Minggu, 15 Desember 2013

Lomba Blog Cerpen Anak Gurita

Pak Guri dan Komidi Putar
Oleh : Ganda Rudolf

Pak Guri Gurita dan Paman Geni Kuda Laut sedang bersedih. Pertunjukkan sirkus kecil mereka mulai tidak laku. Aksi juggling yaitu melempar tiga bola kecil di depan dada tidak lagi memukau anak-anak ikan. Bahkan aksi memutar piring-piring diatas tongkat kurus tidak lagi membuat betah para penonton cilik itu. Mata-mata mungil itu pasti segera mengarah ke barat. Tak lama kemudian satu-persatu beranjak ke sana. Hingga tak seekor penonton tersisa.
“Mengapa semakin banyak anak-anak pergi ke sana, ya?” Pak Guri berkata sambil menghentikan lemparan bolanya.

“Entahlah. Mungkin ada tontonan yang lebih seru di sana,” kata Paman Geni sambil menurunkan kedua tongkat kurus dan menangkap piring-piring kecil yang mulai berputar lemah. Mereka dengan lesu membenahi alat-alat sirkusnya.
Dulu, banyak anak ikan berdecak kagum dengan atraksi sirkus mereka. Kini entah mengapa sudah tiga hari ini penonton mereka mulai menyusut.
“Apakah aku harus menambah bola lagi menjadi empat, lima, enam bahkan delapan agar permainanku menarik?” gerutu Pak Guri mulai melangkah.
“Aku juga. Apakah aku harus menggigit tongkat tiga, empat, atau seterusnya hingga anak-anak itu memekik histeris saking takjubnya?” timpal Paman Geni di belakang.
Selama di perjalanan pulang, mereka tak menghiraukan anak-anak ikan yang berenang ke arah berlawanan dengan mereka.
“Cepat sedikit, nanti ibu marah kalau ketahuan kita pergi ke sana,” sentak ikan badut kecil kepada adiknya.
Mendadak Pak Guri menghentikan langkahnya membuat Paman Geni tersentak nyaris menabraknya.
“Bukankah arah yang mereka tuju itu ke barat yang berarti mendekati daratan?” pekik Pak Guri menoleh ke sahabat.
“Betul, dan biasanya para orangtua melarang anaknya muncul ke permukaan laut atau dekat-dekat dengan pinggiran pantai karena berbahaya!” sahut Paman Geni tegang.
“Astaga! Ayo kita cegah mereka!” teriak Pak Guri.
Maka, bergegaslah mereka ke barat.
Saat tiba disana, mereka tercengang melihat begitu banyak anak ikan bermunculan di permukaan laut.
Pak Guri lekas naik ke permukaan. Dalam suasana langit sore, ia melihat sebuah wahana yang sangat besar dengan banyak patung kuda-kudaan yang berpacu membawa anak-anak manusia mengelilingi plaform datar. Ya, ada sebuah karnaval meriah di pinggir pantai itu. Pekikan gembira saling beradu dengan musik latar yang membuat suasana ramai dan ceria. Itulah yang menjadi pusat perhatian anak-anak ikan.
“Ayahku bilang itu namanya komidi putar,” sahut seekor ikan kepe-kepe kecil kepada temannya.
“Wah, gimana, ya, rasanya berada di atas kuda itu?” gumam ikan dakocan kecil.
“Lihatlah! Betapa gembiranya anak-anak manusia itu menunggang kuda,” iri udang mantis kecil.
Anak-anak ikan saling memberi komentar akan ketakjuban mainan di pinggir pantai itu.
“Hei, ayo, cepat! Bubar! Bubar kalian semua!” seru Pak Guri marah, membuyarkan tontonan anak-anak ikan. “Tidak tahukah kalian, di atas ini sangat berbahaya!”
“Kalian bisa jadi makanan empuk burung camar! Atau para nelayan!” Paman Geni ikut memarahi.
“Ayo, bubar! Bubar!”
Para anak ikan berhamburan pergi dengan wajah cemberut.
Pak Guri yang melihatnya merasa tak enak hati karena sudah melenyapkan keasyikkan anak-anak ikan itu. Tapi, itu harus dilakukan demi keselamatan mereka.
Pak Guri kembali menoleh ke komidi putar di tengah karnaval itu. Wajahnya berkilat gembira. Ia berpaling pada Paman Geni di sampingnya.
“Sepertinya aku ada ide untuk menghibur anak-anak ikan tadi,” katanya dengan mata bersinar.
Keesokkan harinya, di tempat biasa sirkus kecil Pak Guri pentas, terlihat bukan hanya Pak Guri dan Paman Geni saja di sana. Kali ini ada tujuh ekor kuda laut teman Paman Geni.
Mereka tidak melakukan atraksi seperti biasanya. Melainkan Paman Geni dan ketujuh temannya masing-masing memegang lengan Pak Guri yang mekar berputar perlahan-lahan.
Anak-anak ikan yang melintas terhenti langkahnya karena tertarik dengan apa yang sedang dilakukan Pak Guri dan teman-temannya itu. Mereka seperti pernah melihat permainan itu.
“Ayo, anak-anak. Mampirlah ke komidi putar kami. Naiklah ke punggung kuda ini dan rasakan sensasinya,” promo Pak Guri sambil terus memutar tubuhnya yang berwarna merah.
Anak-anak ikan yang mendengarnya memekik gembira.
“Wah, Komidi Putar! Yuk kita coba!” seru salah seekor anak ikan. Teman-teman di belakangnya mengikuti.
Demikianlah, kini sirkus kecil Pak Guri dan Paman Geni kembali ramai dengan hiruk pikuk gembira anak-anak ikan berkat komidi putar ala Pak Guri.
Pak Guri senang, anak-anak ikan pun gembira karena tidak perlu lagi ke barat yang sangat membahayakan nyawa hanya untuk menonton komidi putar. Sekarang, mereka bisa ikut merasakan sendiri asyiknya berada di komidi putar.

Cerita ini diikutkan dalam Lomba Cerpen Anak Gurita 2013

2 komentar:

  1. keren, mas Ganda Rudolf, ceritanya ^^ Sukses yaa

    BalasHapus
  2. Thanks, Mbak. Mudah2an ceritanya juga disukai panitianya ya hehe.

    BalasHapus