MENGAMUKNYA PAK GURI
Oleh : Ganda Rudolf
Sudah
beberapa hari ini penduduk di negeri Laut Biru dilanda gempar dan takut. Pak
Guri yang terkenal ramah dan baik hati, tiba-tiba mengamuk penuh amarah.
Tintanya menyembur menghitamkan terumbu karang, rumput laut, bahkan para ikan
yang melintas di sekitar dirinya.
“Ggrradaww!
Glegar! Ggrradaww!” sesekali terdengar jeritan menakutkan mengiringi salah satu
lengannya yang memecut tanpa arah.
Para ikan yang mendengarnya kocar-kacir menyelamatkan diri. Anak-anak ikan menangis, ibu mereka menjerit-jerit histeris. Sementara para ayah hanya sanggup menggeretakkan rahang tanda geram. Tak ada yang berani mencoba mendekati gurita merah itu untuk menenangkannya. Mereka takut menjadi sasaran lengan yang bagaikan cambuk itu.
Terdengar
di kejauhan teriakkan umpatan para pemilik rumah karena atapnya berubah jadi
hitam.
Terdengar
tangisan salah satu anak ikan karena mainannya berubah warna menjadi hitam.
“Sroot!
Srooot! Sroooot!” tinta-tinta itu tanpa terkendali terus menyemprot apapun di
sekitarnya.
“Ggrradaww!
Glegar! Ggrradaww!” terdengar lagi jeritan dan lecutan yang memekakkan telinga.
Keadaan
sudah semakin meresahkan. Mereka cemas. Tak lama lagi warna biru laut akan
berubah menjadi hitam pekat. Tak lama lagi akan ada korban keganasan lengannya.
“Bagaimana
ini? Apa yang harus kita lakukan?” keluh Pak Kuro, seekor penyu yang
tempurungnya menghitam. Ia salah satu korban semburan tinta gurita.
“Aku
tak tahu. Kemarin aku lihat ia masih bermain dengan anak-anak ikan di Taman
Ganggang Merah,” kata seekor udang mantis.
Ya, sebelumnya
banyak anak ikan senang bermain dengan Pak Guri. Apalagi ketika bergelayutan di
lengan-lengannya. Karena begitu mereka memegang lengannya, Pak Guri akan
memutar-mutar badan bagaikan komidi putar. Mungkin sekarang mereka harus
melupakannya.
Tiba-tiba, dalam keadaan yang genting itu, datang
seekor makhluk laut menyerupai Pak Guri. Hanya yang ini lebih kecil.
Tanpa
gentar, dengan pinset dan sebuah pisau kecil yang baru saja ia keluarkan dari
tas, ia menerobos selubung hitam yang menutupi gurita mengamuk itu.
“Itu
Dokter Tomi! Sedang apa cumi-cumi itu?” pekik seekor kerang yang cangkangnya
juga bernoda hitam. “Berani sekali dia mendekati Pak Guri yang sedang mengamuk.
Tidak takutkah dia terkena lecutan lengan itu?”
Sayang,
dokter cumi-cumi itu tak mendengarnya.
Beberapa
detik kemudian terdengar suara menggelegar.
“Ggrradaww!
Aw…aw…aw…!”
Keadaan
kemudian senyap. Tak ada lagi serangan tinta bertubi-tubi yang menutupi
pandangan mata. Tak ada lagi suara lecutan lengan yang memekakkan telinga.
Wajah
para ikan memucat, menahan napas. Pertanyaan-pertanyaan mulai berkecamuk di
kepala mereka. Apa yang telah terjadi? Apakah cumi-cumi itu terkena pukulan Pak
Guri? Apakah Dokter Tomi berhasil menjinakkan gurita itu?
Selubung
hitam perlahan memudar memperlihatkan Dokter Tomi dan Pak Guri di sampingnya
baik-baik saja.
“Inilah
yang menyebabkan teman kita terlihat seperti mengamuk,” kata Dokter Tomi sambil
mengangkat pinset yang mengapit sebuah benda hitam panjang dengan ujung yang
lancip bernoda merah. “Pak Guri tertusuk duri landak laut.”
“Oh!”
para ikan menghela napas lega.
“Aku
tak sengaja menginjaknya dalam perjalanan pulang dari Taman Ganggang Merah,”
kata Pak Guri tersenyum.
“Kenapa
kamu tidak memberitahu kami kalau kamu tertusuk duri landak laut?” tanya seekor
ikan kuda laut.
“Maaf.
Aku terlalu sibuk menjerit karena rasanya sakit sekali,” jawab Pak Guri.
“Lalu,
mengapa kamu bertubi-tubi menyemprotkan tinta sembarangan? Lihatlah!
tempurungku hitam jadinya,” gerutu Pak Kuro.
“Aku
menyesal Pak Kuro. Aku pun tak mengerti, mengapa kantong tintaku menyemprot tak
terkendali,” sesal Pak Guri.
“Itu
karena insting makhluk laut seperti kami, Pak Kuro. Bila kami panik, kami
mengeluarkan tinta untuk melindungi diri,” Dokter Tomi yang menjawab.
“Lalu,
mengapa kamu suka memecutkan salah satu lenganmu sembarangan? Bisa-bisa salah
satu teman kita terkena dan luka!” kata Pak Kuro lagi.
“Maaf,
Pak Kuro. Aku mengira dengan mengguncang-guncangkan lenganku yang tertusuk ini,
duri itu akan keluar sendiri. Ternyata tidak!” jelas Pak Guri dengan wajah
menyesal.
“Oh,
begitu. Ya, sudahlah. Sekarang yang penting Pak Guri sudah sembuh,” ucap Pak
Kuro tersenyum.
Para penduduk dapat menerima penjelasan itu. Jadi
mereka tak lagi mempersoalkan terumbu karang yang hitam, rumput laut yang
hitam, atap rumah yang hitam, mainan yang hitam dan kekhawatiran datangnya
korban lengan gurita. Sekarang mereka lega karena Pak Guri kembali seperti yang
mereka kenal selama ini. Ramah dan baik hati.Cerpen ini diikutkan dalam Lomba Cerpen Anak Gurita
mas Ganda Rudolf....
BalasHapuskok menyertakan 2 cerita? hihi
Biar peluang menang jadi besar, mbak. hehe
Hapus