Senin, 01 Agustus 2016

Remaja pun Bisa Berpikiran Dewasa

Judul            : Aku Keren!!
Penulis         : Nurhayati Pujiastuti
Penerbit       : Bhuana Ilmu Populer
Cetakan       : Pertama, Juli 2016
Tebal            : 340 halaman


Dimuat di Koran Jakarta, edisi Senin, tanggal 1 Agustus 2016

Definisi keren bagi tiap remaja berbeda-beda. Namun, sebagian besar dari mereka menilainya hanya bersandar pada perasaan dan akal. Mereka menganggap keren itu berpenampilan fisik menarik, pintar, modis, dan gaul. Padahal, standar keren tidaklah sedangkal itu.
Buku ini membantu para remaja menjadi keren dengan berpikiran dewasa. Remaja berusia 12 hingga 18 tahun. Fisik mereka berkembang karena perubahan hormon, begitu juga pola pikir. Pada masa ini, remaja menjadi lebih condong dekat pada teman daripada orangtua.
Padahal, pada usia ini dia sedang mencari jati diri, bila tanpa bimbingan bisa membingungkan. Mereka merasa sudah besar dan berpikir tidak memerlukan lagi bimbingan orangtua. Maka, ada baiknya remaja tetap mencari cara agar bisa berteman dengan orangtua, misalnya, bermain catur, menonton film, atau sesekali memasak bersama (hal 35).
Tidak semua bisa menjadi orangtua. Tetapi, ada banyak  yang bisa selesai jika dibicarakan. Jadi, berbicara mengenai ganjalan   hati sangat penting agar bisa dipecahkan bersama orangtua. Buku ini membantu remaja memahami lebih banyak lagi soal orangtua agar dapat menyikapi secara positif.
Ada kiasan penting dijadikan bekal memilih teman, “Bertemanlah dengan seseorang seperti pedagang minyak wangi daripada seperti pemungut sampah” (hal 52). Kiasan ini menandakan,  seorang teman bisa berdampak baik dan buruk.
Remaja belum banyak pengalaman sehingga mudah terpengaruh. Langkah paling aman  memilih teman yang baik. Buku ini memberikan beberapa tips dalam memilih teman. Di zaman modern sekarang, menjadi remaja pintar tidaklah cukup, tapi juga harus kuat secara prinsip (hal 169).
Setiap orang bisa menjadi kuat. Seseorang yang lemah biasanya terjadi karena orangtua yang mengajarkan untuk menjaga perasaan orang lain. Mereka menjaganya dengan menahan diri untuk tidak menyakiti perasaan orang lain,  akhirnya, tidak berani bicara terus terang tentang kebenaran (hal 170). Oleh karena itu, untuk menjadi remaja kuat, beranilah mengatakan “tidak” kepada mereka yang hanya memanfaatkan.
Nama saya yang cameo di buku ini
  Salah satu tahapan penting sebagai remaja, rasa tertarik kepada lawan jenis. Mencintai seseorang tentu saja wajar bagi remaja. Ketika dewasa, proses tersebut bisa membuat mereka menemukan pasangan hidup. Namun, menjadi berlebihan bila terjadi pada usia remaja. Anak yang kreatif, banyak kesibukan  lebih penting untuk dipikirkan ketimbang hanya tentang perasaan. Misalnya, mengembangkan minat, potensi, dan berteman dengan orang-orang berprestasi.
Buku ini juga menyikapi, cara menghadapi, dan membantu pelaku bullying untuk introspeksi. Sebenarnya, kebanyakan pelaku bullying tidak memahami tindakannya. 
Internet sesungguhnya  salah satu teknologi yang bisa sangat bermanfaat. Begitu juga dengan media sosial. Sayangnya, banyak anak-anak tidak paham menggunakan media sosial secara baik. Buku ini membuka mata para remaja agar  bijak menggunakan media sosial supaya tidak bergantung padanya dan tetap menikmati kehidupan di dunia nyata.
Para  remaja perlu membaca  buku tersebut agar termotivasi,  bukan sekadar paham diri sendiri. Mereka juga harus memahami orangtua, lingkungan, dan mimpi-mimpi masa depan.

Diresensi Ganda Rudolf, Alumnus AMIK Master Lampung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar