“Aku
akan membuat kue tart yang lezat hari ini,” ujarnya berjalan melompat-lompat
menuju rumah. Bung Kelinci memang suka sekali membuat kue tart.
Tapi,
ketika ia melintasi rumah Pak Serigala, ia merasa mendengar suara menyebut
namanya. Maka, Bung Kelinci penasaran untuk menguping.
“Kamu
tahu nggak, daging terlezat di hutan ini adalah daging Bung Kelinci?” kata Pak
Serigala kepada sahabatnya, Bang Rubah.
“Dari
mana kamu tahu? Bung Kelinci, kan, masih hidup? Kapan kamu mencicipinya?” jawab
Bang Rubah polos.
“Bodoh
kamu!” umpat Pak Serigala. ”Kita kan tahu, Bung Kelinci suka sekali makan kue
tart?”
Bang
Rubah mengangguk-angguk, tapi alisnya mengernyit. “Lalu apa hubungannya dengan
daging Bung Kelinci yang lezat?”
Pak
Serigala menepuk jidat. “Aduh, kamu bodoh sekali! Tentu saja. Karena dia selalu makan kue tart yang manis, pasti
dagingnya menjadi manis. Menurutmu daging seperti apa yang lezat itu?”
“Tentu
saja yang manis,” jawab Bang Rubah cepat.
“Tepat!”
kata Pak Serigala.”Nah, aku punya rencana. Bagaimana kalau sore nanti kita
pura-pura bertamu ke rumah Bung Kelinci lalu kita tangkap dia untuk kita
santap?”
Membayangkan
bakal menyantap daging terlezat, Bang Rubah menjadi girang dan mengatakan,
“Asyik!”
Sementara
di balik jendela, Bung Kelinci bergidik. Wajahnya pucat. Ia langsung lari
terbirit-birit meninggalkan tempat itu. Isi keranjangnya melompat-lompat
seolah-olah sedang naik kuda.
“Hosh, hosh, hosh,” sengalnya setelah sampai
di rumah. “Celaka, hidupku akan berakhir hari ini kalau aku tidak mengambil
tindakan.”
Maka
mulai berpikir-pikirlah Bung Kelinci sambil membuat kue tart. Walau dirinya
sedang dalam bahaya, membuat kue tart tidak boleh ditinggalkan.
“Tok,
tok, tok,” Pintu rumah Bung Kelinci diketuk dari luar. Bung kelinci terkejut, tak
menyangka hari sudah sore. Bung Kelinci bergegas menuju pintu depan.
“Selamat
sore, Pak Serigala. Selamat sore, Bang Rubah? Ada angin apa kalian bertamu ke
rumahku yang kecil ini?” Bung Kelinci pura-pura menyambut ramah.
“Selamat
sore, Bung Kelinci,” balas Pak Serigala sangat ramah. “Kami dengar dari
teman-teman di hutan, kue tart Bung kelinci sangat lezat sekali. Bolehkah kami
mencicipinya sedikit saja?”
Bung
Kelinci tersenyum dalam hati. Ia tahu bukan itu sebenarnya maksud kedatangan
mereka.
“Oh,
kebetulan sekali. Saya sedang membuat kue tart hari ini. Mari, silahkan masuk,
Pak Serigala dan Bang Rubah,” Bung Kelinci membuka lebar-lebar pintu rumahnya.
“Oh,
terima kasih, Bung Kelinci,” kata Pak Serigala. Ia masuk lalu duduk di ruang
tamu diikuti Bang Rubah.
Bung
Kelinci kembali ke dapur. Tapi, tiba-tiba mukanya melongok di ambang pintu.
“Hmm,
maaf, Pak Serigala,” panggil Bung Kelinci dengan sopan. “Bisa kemari untuk
membantu saya di dapur?”
“Oh,
dengan senang hati,” Pak Serigala langsung sigap berdiri.
“Tolong
hiasi kuenya, ya, Pak Serigala?” kata Bung Kelinci sambil menyerahkan plastik segitiga berisi butter cream.
Maka mulailah Pak Serigala menghiasi kue itu.
Sementara serigala itu sibuk, Bung Kelinci
diam-diam menghampiri Bang Rubah di ruang tamu.
“Bang Rubah, Bang Rubah,” bisik Bung Kelinci.
”Tadi waktu di dapur aku mendengar Pak Serigala berkata tidak mau membagi kue
tart yang lezat sedikit pun kepada Bang Rubah.”
Mendengar itu Bang Rubah kaget dan
wajahnya merah. Ia marah.
“Kalau kue tart saja dia tidak mau
membagi, apalagi nanti setelah menangkap kelinci ini!” umpat Bang Rubah, tentu
dalam hatinya.
Melihat raut wajah tamunya berubah yang
berarti terpancing siasatnya, Bung Kelinci lekas berbisik lagi.
“Tapi, Bang Rubah jangan kuatir. Setelah
saya menyuruh Pak Serigala duduk di meja makan. Bang Rubah cepat-cepatlah masuk
ke dapur lalu bawa pergi kue tartnya dari sini.”
Bang Rubah tentu saja gembira dengan
kebaikan Bung Kelinci.
Maka dijalankanlah rencana itu. Ketika Pak
Serigala sudah duduk di meja makan, rubah itu membawa kabur kue tartnya. Tapi
Bung Kelinci pura-pura panik menghampiri Pak Serigala.
“Pak Serigala, Pak Serigala. Celaka! Kue
tartnya dibawa kabur Bang Rubah!”
“Apa!” sahut Pak Serigala sambil berlari
keluar tanpa pamit.
”Rubah sialan. Berani-beraninya dia
menipuku!” lanjutnya berteriak setelah jauh sekali dari rumah Bung Kelinci. “Kue
tart saja dibawa kabur. Apalagi jika sudah menangkap Bung Kelinci! Awas, ya,
kalau kutangkap!”
Semenjak serigala itu berlari keluar, Bung
Kelinci sudah mengunci rapat-rapat pintu rumahnya. Ia menghela napas lega. Hari
ini nyawanya selamat berkat kue tart.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar