Sabtu, 07 Desember 2013

Seekor Semut dan Roti

Judul : Seekor Semut dan Roti
Penulis : Ganda Rudolf
Buku : Antologi Yuk Mendongeng 2012
Penerbit : AE Publishing

Seekor Semut Hitam sedang berjalan pulang tertatih-tatih menanjaki gundukkan besar dari tanah. Tampak sepotong roti dijunjung di atas kepalanya.
Roti itu lebih besar dari tubuhnya, sehingga cukup menghalangi pandangan mata dan membuat tubuhnya sedikit membungkuk karena berat. Namun ia memaksakan diri. Padahal jika tidak hati-hati, sungai deras di bawah siap menanti nyawanya.
Saat setengah perjalanan lagi, ia berpikir dengan gembira.
“Roti yang kudapat ini sangat besar,” katanya kepada diri sendiri dengan wajah gembira. “ Akan cukup untuk persediaan makan hingga pekan depan.”
“Tapi, jika sudah sampai di rumah, aku akan merayakan hari bahagia ini dengan membuat roti spesial lapis coklat dan madu. Tunggu! Juga ditaburi tepung gula. Ya, ya, pasti sungguh nikmat! Apalagi dengan suguhan susu coklat, pasti lebih nikmat lagi,” lanjutnya seraya lidahnya membasahi bibir dan menelan air liur berkali-kali.
Ketika Semut Hitam sedang asyik berpikir merencanakan hari bahagianya, seorang temannya yang berbadan kurus menghampiri.
“Kawan, tampaknya kamu butuh bantuan. Mari aku bantu membawa rotimu?” katanya bersiap-siap mengulurkan tangan.
Semut Hitam itu kaget, lalu menghentikan langkahnya. Ia berpikir sejenak. Memang, sebenarnya ia sudah kelelahan dan butuh bantuan untuk membawa roti yang besar itu agar sampai ke rumah dengan selamat.
Hampir ia menerima tawaran itu. Tapi, saat ia melihat lagi ke atas, atap rumahnya mulai terlihat di puncak gundukkan itu. Itu berarti tinggal beberapa langkah lagi. Sehingga ia berubah pikiran.
“Kalau dilihat dari postur tubuhnya itu, aku tak yakin ia bisa membawa rotiku ini hingga sampai ke atas sana. Jangan-jangan, baru beberapa langkah saja ia sudah jatuh ke bawah. Bisa-bisa rotiku hanyut di sungai,” pikirnya sambil melihat ke bawah.
“Terima kasih, kawan. Tapi maaf, tak usah. Aku masih sanggup membawanya hingga ke rumah. Sebentar lagi sampai, kok!” cegah Semut Hitam dengan senyum sinis.
Karena tawarannya ditolak, semut kurus itu kembali berjalan menjauh.
Semut Hitam kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Kakinya sudah mulai gemetar, tapi ia terus memaksakan diri.
“Sebentar lagi, sebentar lagi, tinggal beberapa langkah lagi sampailah aku di rumah. Hosh..hosh..!” katanya terengah-engah dengan penuh keringat. Ia  membetulkan posisi rotinya yang mulai miring.
Ketika ia sedang sibuk membetulkan roti yang miring, seorang teman yang berbadan gendut menghampiri.
“Mari kawan, biar aku bantu membawa rotimu. Tampaknya kamu sudah kelelahan,” tawarnya dengan tersenyum ramah.
“Tidak usah, tidak usah, aku bisa sendiri, kok, terima kasih,” ucap Semut Hitam dengan buru-buru melangkah lagi.
“Aku tak sudi rotiku kubagikan sebagai imbalan menolongku. Si gendut itu licik. Saat hendak sampai ke puncak, ia buru-buru menawarkan bantuan,” curiga Semut Hitam setelah temannya yang gendut itu pergi menjauh. “Lalu dengan tenaganya yang sedikit saja, ia dapat bagian dari rotiku. Huh, benar-benar licik.”
 “Hups, tinggal selangkah lagi rupanya, aku sudah sampai juga.” Lanjut Semut Hitam terengah-engah.
Memang benar, Semut Hitam itu tinggal satu langkah lagi meletakkan kakinya dan sampailah di puncak gundukkan besar dari tanah. Tapi, tak disangka angin kencang bertiup. Si Semut Hitam itu tentu saja tak siap dengan kejadian itu. Maka, dengan mudah saja ia dan rotinya terbawa tiupan angin. Ia melayang terombang-ambing di udara.
 Roti itu berputar-putar dengan tubuh seekor semut sedang memeluk erat. Kadang tubuh Semut Hitam itu di atas roti, kadang di bawah roti. Mereka dipermainkan angin karena roti dan tubuhnya yang ringan. Ia berteriak minta tolong. Namun, kencangnya angin tak ada yang mendengarnya.
Beberapa saat kemudian, angin reda. Roti yang tadi terbang berputar-putar dipermainkan angin, kini perlahan-lahan mengambang turun lalu jatuh ke sungai.
Si Semut Hitam kembali berteriak-teriak histeris meminta tolong diatas rotinya yang mengapung. Kali ini teriakkannya didengar oleh kedua temannya yang berlindung di balik batu saat angin kencang datang. Melihat itu, kedua temannya bergegas turun hendak menolong.
   Namun terlambat. Ketika mereka sampai di tepi sungai, si Semut Hitam sudah hanyut tenggelam bersama rotinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar