Minggu, 20 Maret 2016

Giveaway Eryudya : #FirstGiveawayCeritaAnak

SOSIS
Oleh : Ganda Rudolf

Ketiga binatang itu duduk di meja makan. Mereka menatap sebuah sosis besar dengan wajah gembira.
“Ayo, kita habiskan, teman-teman!” Jim tikus bersemangat mengacungkan garpu dan pisaunya tinggi-tinggi.
“Ini pesta besar namanya!” ujar Brad tikus yang berkali-kali menyeka liur yang menetes dari sudut bibirnya. Sebelah matanya terlihat membelalak. Garpu di tangannya mengetuk-ngetuk meja dengan girang. Kedua tikus itu menempelkan pisau di kulit sosis, siap mengiris.
“Tunggu dulu!” suara Jake kucing mencegah gerakan tangan Jim dan Brad.


“Ada apa, Jake?” kata kedua tikus itu menoleh Jake dengan heran.
“Sosis ini besar sekali. Tidak mungkin bisa kita habiskan sekarang juga.” kata Jake seperti termenung sendiri.
Jim dan Brad kembali menatap daging merah berbentuk bantal guling itu. Mereka menurunkan pisau dan garpunya. Senyum mereka hilang.
“Lalu, apa yang harus kita lakukan dengan sosis ini?” tanya Jim.
“Bagaimana kalau kita jatah tiap irisannya?” usul Jake. “Karena aku pikir, sosis sebesar ini bisa untuk persediaan kita selama sebulan.”
Brad memandang Jim. Jim mengerti arti pandangan itu. Brad meminta pertimbangannya. Lagipula, kemarin ia sudah menceritakan kecurigaannya terhadap perangai Jake.
Seminggu yang lalu, Jake adalah kucing yang sekarat dan kelaparan. Dia datang ke rumah mereka dengan mengaku dibuang oleh majikannya di semak belukar penuh duri.
Karena prihatin dan Jake sendiri berjanji takkan memakan mereka, Jim dan Brad setuju menampungnya sampai ia kembali sehat. Jake pun berjanji akan pergi bila dirinya pulih.
Tetapi, ketika Jake sudah cukup sehat, ia masih saja bertahan. Pekerjaannya hanya bermalas-malasan di tempat tidur sambil menanti remah-remah keju yang dibawa oleh Jim dan Brad ke rumah.
Tetapi, begitu mendengar cerita Jim dan Brad tentang tumpukkan sosis besar di dapur sebuah hotel, langsung ia melompat dari tempat tidur dengan girangnya.
“Sosis itu pasti untuk acara spesial di hotel itu, teman-teman,” kata Jake saat itu. Jim dan Brad terpaksa bercerita tentang temuan itu karena butuh bantuan Jake. “Kalau tidak, mana mungkin mereka membuat sosis sebesar badanku ini. Hahaha!”
Ya, berkat Jakelah salah satu sosis besar itu bisa berada di meja makan mereka sekarang. Dengan kecerdikkannya mengikat sosis itu di punggung.
“Bagaimana? Kalian setuju?” Jake mengulangi usulnya ketika melihat kedua teman tikusnya hanya diam saling menatap saja.
“Wah! Usulmu bagus juga, Jake,” sorak Jim sambil mengacungkan jempol ke arah Jake. Sekilas Jim mengedipkan mata ke arah Brad. Tetapi, Brad tidak mengerti.
Jake kemudian mengambil alat pengukur. Setelah diukur total volumenya, maka diketahui sosis diiris sebanyak 2 cm agar cukup persediaan sebulan.
Tetapi, Jake masih mengiris lagi potongan pertama itu untuk hari ini sesuai dengan porsi masing-masing.
“Ini tidak adil” umpat Brad di atas tempat tidurnya. Ia kesal karena merasa makan malamnya tadi tidak memuaskan. “Seenaknya saja dia membagi sosis. Mengapa tidak mengirisnya menjadi tiga potong dengan ukuran yang sama?”
“Aku juga kesal, Brad.” kata Jim dengan tersenyum. “Tapi inilah kesempatan kita untuk mengetahui Jake sebenarnya.”
“Maksudmu?” Brad terlonjak dari tempat tidurnya. Ia heran mengapa sahabatnya ini masih saja tersenyum walau katanya juga kesal.
“Aku curiga ketika Jake mengusulkan agar sosis itu untuk dijatah selama sebulan. Kamu tahu kenapa?” Jim balik bertanya.
Terlihat Brad mengerling ke atas langit-langit kamar. Mencoba berpikir. “Hmm, tidak!” Brad menggaruk-garuk kepala.
“Kalaupun tadi kita berupaya menghabiskan sosis itu, kita takkan sanggup...”
“Betul. Biasanya juga, kita bagi-bagikan saja makanan yang tersisa kepada teman-teman kita.” potong Jim.
“Itulah yang ditakuti Jake!” timpal Jim. “ Jadi dia cepat-cepat mencegahnya dengan memberi usul itu. Lagipula apakah kamu nanti tidak bosan makan sosis terus selama sebulan?”
“Iya, ya, bosan dong! Kecuali keju. Aku nggak akan pernah bosan. Hahaha!” tawa Brad.
“Ya, sudah. Mari kita tidur. Aku sudah mengantuk,” gumam Jim sambil merebahkan dirinya.
“Selamat malam, Jim!”
Jim menatap sedih sahabatnya. Kita tidak akan melihat sosis itu lagi, Brad, batin Jim. Saat itu ia juga mendengar suara pintu dibuka dan suara desisan angin masuk lalu menghilang. Ia tahu itu Jake. Tetapi ia tidak menghiraukannya.
Keesokkan paginya, Jim dan Brad tidak melihat sosis besar di atas meja makan. Brad memanggil-manggil Jake. Tetapi, tak ada tanda-tanda ada kucing itu di rumah.
Terdengar suara ketukkan pintu depan. Jim membukanya. Sementara Brad di belakangnya.
"Jul, ada apa kamu, kok, pucat sekali?" tanya Jim melihat tamu sebangsanya terlihat seperti trauma.
"Jake... Kami melihat Jake mati di bebatuan pinggir bukit," Jul menarik napas sebelum melanjutkannya. "Badannya penuh luka gigitan, Jim!"
Jim menghela napas. Ia tidak tampak terkejut. Seolah-olah ia sudah tahu itu akan terjadi.
"Jake kemungkinan dikejar anjing-anjing liar di daerah perbukitan itu. Jul." lirih Jim.
"Kok kamu tahu, Jim?" tanya Brad kaget.
"Iya, Brad. Aku sudah menduga. Jake kabur membawa sosis kita," jawab Jim berpaling kepada Brad. Sementara Jul hanya menatap mereka dengan bingung. "Karena keserakahannya, Jake tidak memperhitungkan kalau bau sosis itu justru mengundang anjing-anjing itu datang padanya."
"Oh! Malangnya Jake!" iba Jul.
"Itu karena akibat ulah serakahnya juga, Jul." timpal Jim. "Jake dulu kucing rumahan. Tetapi, karena keserakahannya, majikannya kesal. Meski sudah diberi makanannya, tetapi Jake masih suka mencuri ikan tetangga. Majikannya merasa malu. Para tetangga itu selalu datang mengadu. Karena itulah Jake dibuang." cerita Jim panjang lebar. "Aku dapat informasi ini dari sahabat kita yang tinggal di ruang bawah tanah rumah bekas majikan Jake."
Mendengar cerita Jim itu, Brad dan Jul hanya menggeleng-geleng kepala.
***




Tidak ada komentar:

Posting Komentar